Adab Menerima Tamu

Beberapa waktu yang lalu, kami mengulas tentang bagaimana bertamu yang sesuai dengan sunnah Rasulullah. Lalu bagaimana dengan sikap shohibul bait (tuan rumah)? Langsung saja (tanpa pendahuluan) kami uraikan satu per satu bagaimana adab yang benar dalam menerima tamu, baik itu muslim maupun kafir. Apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang dilarang
1. Menjawab Salam
Menjawab salam saudara kita sesama muslim berarti merealisasikan sunnah
Rosululloh dan menunaikan hak sesama muslim.
Dari Abu Hurairoh berkata: Saya mendengar Rosululloh bersabda:
“Hak orang muslim terhadap muslim lainnya ada lima; Menjawab
salam… ”
foot note 1
Adapun apabila ahli kitab yang mengucapkan salam, maka jawabannya
cukup hanya dengan ucapan “alaik” atau “alaikum”
saja, sebagaimana keterangan yang lalu.
Ketika sohibul bait (tuan rumah) mengetahui ada tamu yang sedang
meminta izin masuk ke rumahnya sedangkan dia tidak mengenal sebelumnya,
maka boleh menanyakan namanya. Misalnya dengan menggunakan pertanyaan:
“Siapa nama Anda?”, “Siapa itu?”
atau pertanyaan serupa lainnya.
Dari Qotadah dia berkata: “Aku pernah bertanya kepada sahabat Anas: Apakah berjabat
tangan itu ada pada zaman sahabat Nabi” Maka dia menjawab:
“Ya”.
foot note 2

Hikmah berjabat tangan sesama muslim sangat banyak sekali, antara
lain: dapat melapangkan dada, menambah erat ukhuwah Islamiyah dan
dapat menghapus dosa selama belum berpisah.
Alloh memberi wewenang kepada shohibul bait untuk menentukan
sikap terhadap tamu yang datang antara menerima dan menolak. Jika
memang harus menolaknya karena suatu hal, maka hendaknya dia menolak
dengan sopan, menyampaikan udzurnya dan dengan adab yang baik.

Dari Abu Hurairah dari Nabi Beliau berkata:
… barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaknya
memuliakan tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan
hari akhir maka hendaknya bicara yang benar atau diam.
Ketika bertemu dengan tamu saudara sesama muslim, disunnahkan berjabat
tangan sebagaimana amalan para sahabat Nabi Muhammad.
Dari Jabir bin Abdulloh bahwasanya dia berkata:
Saya datang kepada Rosululloh untuk membayar hutang ayahku, aku mengetuk
pintu rumahnya. Beliau bertanya: “Siapa itu?

Dari Al-Barro’ bin Azib ia berkata: Rosululloh bersabda:
Tidaklah dua orang Islam yang saling bertemi lalu berjabat tangan
melainkan Alloh akan mengampuni keduanya selagi belum berpisah.
foot note >5

Tetapi bila tamunya wanita yang bukan mahrom, maka dilarang berjabat
tangan. Karena Rosululloh sepanjang hidupnya tidak pernah berjabat
tangan dengan wanita yang bukan mahromnya.

Dari Aisyah ia berkata:
… tidaklah pernah tangan Rosululloh menyentuh tangan seorang wanitapun
(yang bukan -mahromnya), kecuali budak wanita yang beliau miliki.

foot note >6
Bahkan dosa orang yang berjabat tangan atau menyentuh wanita yang
bukan mahromnya lebih pedih daripada ditusuk kepalanya dengan jarum
besi.

Dari Ma’qol bin Yasar ia berkata: Rosululloh bersabda:
“Sungguh kepala seorang bila ditusuk dengan jarum besi itu
lebih balk dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya “.

foot note >7
Berpelukan dengan tamu yang datang dari bepergian, pada asalnya dibolehkan,
karena banyak sahabat yang mengamalkannya. Imam Ahmad, Abu Ja’far
At-Thohawi berkata:
Ulama berselisih pendapat dalam hukum berpelukan. Ada yang membolehkan
dan ada yang melarang. Mereka yang membolehkan berdalil dengan riwayat
dari Sya’bi dengan sanadnya:
“Sesungguhnya sahabat Nabi apabila mereka bertemu, mereka
saling berjabat tangan dan bila datang dari bepergian mereka berpeluk-pelukan.

Dari Abu Ja’far dia berkata: Ketika aku datang menghadap Rosululloh
dari Najasi beliau menjumpaiku lalu memelukku.
Dari Ummu Darda’ dia berkata: Ketika Salman tiba, dia bertanya “Dimana
saudaraku?” Lalu aku menjawab: “Dia di masjid”,
lalu dia menuju ke masjid dan setelah melihatnya, dia memeluknya,
sedangkan sahabat yang lain saling berpeluk-pelukan pula.
Kesimpulannya: Pada mulanya dilarang berpeluk-pelukan kemudian atsar
berikutnya membolehkan.
foot note >8

Muhammad Al-Mubarokfuri berkata:
“Adapun penggabungan hadits antara Riwayat Anas yang menerangkan
tidak disyari’atkannya berpelukan, dengan riwayat Aisyah yang membolehkannya,
maka riwayat Aisyah mertunjukkan kekhususan ketika datang dari bepergian.
Wallohu a’lam.”
foot note >9
Kami tambahkan pula bahwa bab berpelukpelukan ini dikutip pula oleh
Imam Bukhori di dalam kitab shohihnya, Imam Tirmidzi di dalam kitab
Jami’nya dan Abu Dawud di dalam kitab Sunannya yaitu Kitab Al-Isti’dzan
wal Adab, silakan menelaahnya.
Walhasil, berpelukan dengan tamu yang baru datang dari bepergian jauh
dibolehkan asal sesama jenis. Sebagaimana yang pernah diamalkan oleh
para sahabat. Wallohu a’lam.